A. Pelapisan
Sosial
Pelapisan sosial atau
stratifikasi sosial (social stratification) adalah pembedaan atau
pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal (bertingkat). Definisi
sistematik antara lain dikemukakan oleh Pitirim
A. Sorokinbahwa pelapisan sosial merupakan pembedaan penduduk
atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat
(hierarkis). Perwujudannya adalah adanya lapisan-lapisan di dalam masyarakat,
ada lapisan yang tinggi dan ada lapisan-lapisan di bawahnya. Setiap lapisan
tersebut disebut strata sosial. P.J.
Boumanmenggunakan istilah tingkatan atau dalam bahasa belanda
disebut stand, yaitu golongan manusia yang ditandai dengan suatu
cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu dan menurut
gengsi kemasyarakatan.
B. Kesamaan
Derajad
Sifat perhubungan antara manusia dan lingkungan
masyarakat pada umumnya adalah timbal balik, artinya orang seorang itu sebagai
anggota masyarakatnya, mempunyai hak dan kewajiban, baik terhadap masyarakat
maupun terhadap pemerintah dan negara. Beberapa hak dan kewajiban penting
ditetapkan dalam Undang-undang (konstitusi) sebagai hak dan kewajiban asasi.
Untuk dapat melaksanakana hak dan kewajiban ini dengan bebas dari rasa takut
perlu adanya jaminan, dan yang mampu memberi jaminan ini adalah pemerintah yang
kuat dan berwibawa. Di dalam susunan negara modern hak-hak dan
kebebasan-kebebasan asasi manusia itu dilindungi oleh Undang-undang dan menjadi
hukum positif. Undang-undang tersebut berlaku saran pada setiap orang tanpa
kecualinya dalam arti semua orang mempunyai kesamaan derajat dan ini dijamin
oleh undang-undang. Kesamaan derajat ini terwujud dalam jaminan hak yang
diberikan dalam berbagai sektor kehidupan. Hak inilah yang banyak dikenal
dengan Hak Asasi Manusia.
C.
Contoh Kasus
Kasus Ade Irma misalnya,
setelah 2 tahun memperjuangkan haknya mendapatkan pelayanan kesehatan, oleh
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo baru bisa menerimanya. Walau keberhasilannya
itu, harus dibayar mahal dengan nyawanya yang tidak tertolong. Ade, satu
diantara sekian banyak pemilik sah kartu keluarga miskin yang ditolak keluhan
kesehatannya oleh rumah sakit. Risma
Alfian, bocah pasangan Suharsono (25) dan Siti Rohmah (24), sudah empat belas
bulan tergolek lemah di atas tempat tidurnya. Kepalanya yang terus membesar
membuat Risma tidak bisa bangun. Sejak umur satu bulan, Risma sudah divonis
terkena hydrocephalus (kelebihan cairan di otak manusia sehingga kepala
penderita semakin besar).
Bidan tempatnya menerima imunisasi, meminta Risma segera menjalani operasi atas kelainan kepalanya itu. Operasi tidak serta merta bisa dilakukan lantaran butuh biaya yang begitu besar untuk mendanainya. Bahkan dengan memiliki kartu Gakin yang diperolehnya dengan susah payah, juga tidak mampu bisa membawa Risma dalam perawatan medis. Risma ditolak RSCM lantaran tidak indikasi untuk dirawat.
Bidan tempatnya menerima imunisasi, meminta Risma segera menjalani operasi atas kelainan kepalanya itu. Operasi tidak serta merta bisa dilakukan lantaran butuh biaya yang begitu besar untuk mendanainya. Bahkan dengan memiliki kartu Gakin yang diperolehnya dengan susah payah, juga tidak mampu bisa membawa Risma dalam perawatan medis. Risma ditolak RSCM lantaran tidak indikasi untuk dirawat.
D.
Kesimpulan
Dari contoh kasus di atas dapat kita simpulkan bahwa
Masyarakat kita sekarang ini tidak mampu berobat ke rumah sakit karena
dirasakan biayanya sangat mahal. Pelayanan kesehatan bagi rakyat miskin yang
diselenggarakan oleh pemerintah pun belum menjangkau keseluruhan masyarakat.
Dari sekian banyak dokter spesialis di Indonesia, saya sangat yakin bahwa hanya
segelintir persen yang benar-benar bisa diandalkan. Bobroknya moral dunia
kedokteran sebenarnya sudah dimulai sejak awal proses bagaimana seseorang itu
bisa masuk di fakultas kedokteran. Biaya kuliahnya aja udah selangit. Konon
lagi mereka-mereka yang mengambil jalur ekstensi. Biayanya pasti lebih tinggi. Parahnya
lagi bagi mereka yang berduit dan kuliah di kedokteran hanya untuk menjaga
gengsi. Motivasi mahasiswanya juga berbeda-beda kan. Bayangin aja jika salah
satu bidang paling vital di negeri ini, yaitu bidang kesehatan ditangani oleh
lulusan fakultas kedokteran yang bermotivasi untuk mendapat ”duit”. Pantas saja
begitu mahalnya harga kesehatan di Indonesia. Kebanyakan dari mereka (saya
tidak mengatakan semua), membuka praktek dan menetapkan tarif mahal kepada
pasiennya agar bisa ”balik modal”. Tanpa peduli apakah pasien itu kaya atau
miskin. Ini bukan hanya pendapat saya, tapi ini adalah pendapat publik. Pasien
hanya dijadikan komoditas untuk memperkaya dokter.
Narasumber :
0 komentar:
Posting Komentar