Pages

Selasa, 17 April 2012

Aksi Mahasiswa Indonesia

Demonstrasi menjadi trend upaya penyampaian pendapat di muka umum. Setiap kali ada persoalan negara yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak, tak segan-segan berbagai elemen masyarakat turun ke jalan menyuarakan aspirasi mereka dengan cara demonstrasi atau unjuk rasa. Sebagai negara yang menganut sistem pemerintahan Demokrasi, Kebebasan mengeluarkan pendapat memang telah di jamin oleh UUD 1945 khususnya pasal 28E ayat (3) yang menyatakan Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Dalam sistem demokrasi pendapat dari masyarakat menjadi sangat penting. Karena spirit pemerintahan dalam sistem demokrasi adalah spirit kedaulatan rakyat. Hal ini menunjukkan bahwa kekuasaan tertinggi negara berada di tangan rakyat yang mengindikasikan pula bahwa kebebasan berfikir dari masyarakat adalah jaminan mutlak. Untuk itu setiap kebijakan, keputusan, dan penyelenggaraan negara lain yang dibuat pemerintah harus berdasar pada aspirasi dan dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
Namun sayang, ketidaksiapan Warga Negara Indonesia dalam menyikapi demokrasi menjadi persoalan rumit yang sulit dipecahkan. Masyarakat belum paham betul makna kebebasan mengeluarkan pendapat yang menjadi jaminan dalam demokrasi. Kebebasan mengeluarkan pendapat yang seharusnya menjadi spirit demokrasi justru sering menjadi aksi anarkis berjamaah. Parahnya aksi mereka ini sering menjadi tindakan pembenaran agar pemerintah respect terhadap aspirasinya.
Aksi demo menentang kenaikan harga BBM non subsidi sedang marak hari-hri ini. Mahasiswa berusaha menyuarakan aspirasi rakyat. Dengan segala cara mereka ingin agar suaranya didengar dan diperhatikan oleh penguasa negara ini . Suara Rakyat menginginkan agar harga BBM tidak naik, karena kenaikan harga ini akan memicu kenaikan harga di semua sektor… artinya inflasi bakal naik. Tapi meski harga BBM belum naik pun, harga barang-barang di pasaran sudah melejit. Bahkan ada aksi penimbunan BBM oleh oknum yang tidak bermoral demi meraih keuntungan diri sendiri(egois banget yaah…).
Aksi mahasiswa menyuarakan aspirasi rakyat memang patut didukung. Mahasiswa adalah generasi muda bangsa ini yang berpendidikan dan mampu berpikir intelek. Nantinya mahasiswa ini yang bakal menjadi pemimpin yang akan membaw Indonesia menjadi negeri yang makmur dan sejahtera seperti cita-cita awal para pendiri negeri ini. Untuk itu begitu besar harapan kita terhadap mahasiswa – ‘Maha’ = sesuatu yang di atas ‘super’ dari ‘siswa’ = kaum yang menuntut ilmu, yang berpendidikan.
Hanya sayangnya…. dan sangat disayangkan juga oleh sebagian besar masyarakat, bahwa aksi demonstrasi yang berlangsung sekarang-sekarang ini cenderung anarkis. Ada aksi pembakaran ban di tengah jalan, pemblokiran jalan, perusakan/pembakaran bangunan, penyerangan dengan bom molotov dan lain sebagainya…. Tidak jarang aksi demo malah tidak menimbulkan simpati masyarakat, karena malah membuat kemacetan atau melumpuhkan aktivitas ekonomi. Rakyat yang sudah berat menghadapi kemacetan selama ini, jika ada demo harus berjuang lebih keras lagi menembus kemacetan yang lebih parah akibat adanya pemblokiran jalan oleh aksi demonstrasi. Pembakaran ban kadang malah tidak jelas apa maksudnya…. bahkan presiden Megawati dulu pernah berkomentar lucu “wong marah sama presiden kok ban yang dibakar”…. Betul sih, cara-cara seperti itu untuk menarik perhatian kepada para Pejabat atau Pengelola negeri ini agar suara rakyat didengar, karena memang seringkali aspirasi rakyat hanya ditampung … terus ditampung, tanpa tahu kapan akan diperhatikan dan dijadikan pertimbangan dalam menentukan keputusan demi kesejahteraan rakyat.

Pro kontra pasal 7 ayat 6 dan 6a

Sebagaimana diketahui hasil rapat Paripurna DPR pada 30 Maret 2012 telah mengamandemen UU No 22 Tahun 2012 tentang APBN Tahun Anggaran 2012 menjadi UU APBNP. Amandemen tersebut terkait dengan naik atau tidaknya harga bahan bakar minyak (BBM) seperti yang diamanatkan UU APBN yang ditetapkan pemerintah pada November 2011 lalu.
Setelah melalui proses politik di DPR, muncullah dua opsi sebagai jalan untuk mengakhiri rapat paripurna itu. Opsi pertama, Pasal 7 ayat 6 tetap dan tidak ada penambahan, sementara opsi kedua, pasal 7 ayat 6 ditambah dengan ayat 6a.
Dari putusan yang diambil melalui pemungutan suara (voting) itu, opsi kedua yang dipilih anggota DPR koalisi (Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Persatuan Pembangunan)  memperoleh 365 suara, sementara sisanya memperoleh 82 suara (Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera). Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Hati Nurani Rakyat walk out dalam pelaksanaan voting itu.
Untuk itu, dengan kemenangan dalam memutuskan opsi tersebut, maka dengan sendirinya UU APBN akan berubah menjadi UU APBNP dengan mencantumkan ayat tambahan di pasal 7, yakni ayat 6a. Namun demikian proses politik itu tak serta merta berjalan mulus sebab hasil paripurna dengan amandemennya itu ditengarai berbagai kalangan menimbulkan ketidakpastian hukum. Malah banyak yang berpendapat bahwa hasil amandemen UU APBN menjadi UU APBNP khususnya di pasal 7 ayat 6 dan ayat 6a bertentangan satu sama lain. Sementara untuk Pasal 7 ayat 6, yang melarang harga BBM bersubsidi naik, tetap dipertahankan.